Jakarta - 100 tahun sejak berdiri, Muhammadiyah sudah memiliki ribuan amal usaha seperti sekolah, rumah sakit dan panti asuhan. Di mata pengamat, Muhammadiyah sudah seperti seekor gajah yang gemuk dan berat sehingga tidak lincah lagi.
"Muhammadiyah jadi gemuk dan berat, sehingga susah bergerak," kata pengamat Muhammadiyah asal Jepang, Prof Mitsuo Nakamura dalam diskusi di Media Center Muktamar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Bantul, Selasa (6/7/2010).
Peneliti mengenai Kampung Kotagede tahun 1970-an itu menambahkan, Muhammadiyah juga mengalami proses birokratisasi. Hal tersebut terjadi baik di tingkat nasional maupun lokal di daerah-daerah.
Meski demikian, secara obyektif Muhammadiyah merupakan gerakan keagamaan yang sukses. Hal itu ditunjukkan dengan besarnya jumlah amal usaha dan jumlah simpatisan Muhammadiyah serta pengaruhnya terhadap elit masyarakat.
"Namun apakah sukses dalam amal usaha itu bisa dikaitkan dengan tujuan gerakan Muhammadiyah yaitu mencapai masyarakat Islam sebenar-benarnya. Bagaimana cara mengukurnya," ungkap Nakamura yang selalu hadir setiap muktamar Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama (NU) itu.
Dia juga mempertanyakan berbagai agenda kegiatan muktamar yang terkesan terbalik. Mekanisme pemilihan 13 anggota PP Muhammadiyah yang telah selesai tapi sidang untuk membahas program-program ke depan baru dilakukan setelahnya.
"Memang pemilihan di Muhammadiyah itu sangat rigid. Itu merupakan cara mempertahankan diri dari segala intervensi baik dari dalam dan luar," ungkap Nakamura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar