Jumat
Minggu
Mencermati Gerak IHSG Sepanjang 2010

Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung melemah jelang tutup tahun 2010. Namun jika IHSG dapat menguat 176 poin dibandingkan penutupan di 23 Desember 2010, 3.611,531, maka indeks siap tersenyum karena memecahkan rekor baru sepanjang sejarah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG berada di titik terendah pada 8 Februari 2010 di level 2.475,572, turun 43,404 poin (1,72%).Indeks LQ 45 juga melemah 9,417 poin (1,93%) ke level 479,165.
Sementara IHSG terakhir menyentuh rekor tinggi pada perdagangan 9 Desember 2010. Kala itu, Indeks bertenggar di posisi 3.786,090, naik 16,104 poin (0,42%) dari hari sebelumnya. Sedangkan Indeks LQ 45 melemah 2,944 poin (0,43%) ke level 679,736.
Jelang libur Natal, IHSG mengalami pelemahan tipis 9,153 poin (0,25%) ke level 3.611,531. Sementara Indeks LQ 45 turun 3,637 poin (0,56%) ke level 644,108. Jika dalam sepekan jelang tutup perdagangan pasar, indeks bisa menguat 176 poin maka rekor tinggi akan kembali tercipta.
Ini sekaligus mengulang kisah sukses penutupan perdagangan tahun 2009, yang berada di level tertingginya, 2.534,356, menguat 15,362 poin (0,61%).
Pada awal Januari 2010, indeks dibuka menguat tipis 6,630 poin (0,26%) ke level 2.540,986. Sepanjang perdagangan perdana tahun 2010, saham-saham unggulan menanjak, namun belum disertai volume perdagangan yang besar. Pasalnya, sebagian investor belum kembali dari libur panjangnya.
Sepanjang triwulan I-2010, IHSG bergerak volotile dan pada 31 Maret 2010, indeks ditutup turun 20,967 poin (0,75%) ke level 2.777,301. Turunnya indeks seiring dengan kejatuhan harga saham-saham berkapitalisasi besar karena terpicu aksi jual asing sebesar Rp 660,294 miliar.
Pada periode April hingga Juni 2010, IHSG sedikit menguat ditengah bursa-bursa Asia yang memerah. Pada penutupan perdagangan 30 Juni 2010, indeks menguat 20,313 poin (0,70%) ke level 2.913,684. IHSG pada hari tersebut bergerak cukup ekstrem dalam rentang 2.844,448 hingga 2.918,063.
Investor asing melakukan aksi beli sebesar Rp 913,849 miliar, sedangkan aksi jual sebesar Rp 1,049 triliun. Nilai penjualan bersih asing sebesar Rp 135,448 miliar.
Pada triwulan III-2010, IHSG menanjak naik dan ditutup (30/9/2010) pada level 3.501,296, menguat 5,832 poin (0,16%) dibandingkan perdagangan hari kemarin. Penguatan IHSG lebih banyak didukung oleh penguatan saham-saham lapis dua. Transaksi investor asing juga hanya mencatat pembelian bersih tiipis sebesar Rp 188,215 miliar.
Di akhir perdagangan bulan Oktober 2010, IHSG menguat 14 poin ke level 3.638,826. Saham-saham komoditas, terutama tambang dan perkebunan menjadi penahan laju IHSG. Pada periode akhir November, IHSG anjlok 99,425 poin (2,72%) ke level 3.531,211. Sentimen negatif dunia menjadi pemicu turunnya IHSG.
Pada awal perdangangan 30 November 2010, investor bahkan melepas saham-saham blue chips di sektor konsumer, pertambangan serta perbankan.
Kemudian pada 9 Desember 2010, IHSG berseri-seri karena mengalami pengutan 16 poin, atau mencetak rekor terbaru sepanjang sejarah. Indeks kala itu akhirnya bertengger di level 3.786,097 pada penutupan perdagangan (9/12/2010).
Dengan demikian, sepanjang tahun 2010 ini, IHSG menguat hampir 1.200 poin karena pada pembukaan awal tahun, 4 Januari 2010, IHSG ditutup pada level 2.575,41.
Menjelang penutupan perdagangan di 30 Desember 2010, menurut Kepala Riset Saham Mandiri Sekuritas, Ari Pitoyo, IHSG berpeluang mencapai level 3.800. Penguatan dalam sepekan ini ditopang oleh derasnya aliran dana hingga akhir Desember 2010.
Ditjen Pajak dan Bea Cukai Antisipasi 'Hadiah' Akhir Tahun
"Diberitahukan kepada seluruh pengguna jasa kepabeanan dan cukai (stakeholders) untuk tidak memberikan hadiah atau bingkisan dalam bentuk apapun kepada pejabat dan pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai," demikian bunyi pengumuman resmi Ditjen Bea Cukai yang dikutip detikFinance, Minggu (26/12/2010).
Pengumuman semacam ini juga dilakukan oleh korps pajak melalui pengumuman resminya. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M. Iqbal Alamsjah telah merilis Pengumuman No. PENG- 11 /PJ.09/2010 tentang pelanggaran terhadap kode etik pegawai.
Pegawai Direktorat Jenderal Pajak dilarang menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari Wajib Pajak, sesama Pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan Pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya.
Pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik sebagaimana dimaksud butir 1, akan dikenakan sanksi moral dan atau hukuman disiplin.
Kepada seluruh masyarakat diminta bantuannya dapat memberikan informasi ke Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Wilayah, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak atau Kring Pajak 500200 apabila terdapat pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
"Hal ini sehubungan dengan berkembangnya informasi yang menyatakan bahwa Pegawai Direktorat Jenderal Pajak diperkenankan menerima imbalan atau fee
sehubungan dengan pekerjaan atau wewenangnya," jelas Iqbal melalui pengumuman resminya.
Kini Semua Orang Minta Timnas Jangan Diganggu

Jakarta - Eksploitasi timnas Indonesia mulai disadari oleh banyak orang. Kini setelah Firman Utina cs kalah telak dari Malaysia di final leg I Piala AFF, ajakan untuk tidak lagi mengganggu timnas pun bergaung.
Indonesia kalah telak 0-3 dari Malaysia saat melawat ke Stadion Bukit Jalil, Minggu (26/12/2010) malam WIB. Artinya, Indonesia kini punya gunung terjal yang mesti didaki di leg II nanti.
Kekalahan itu sendiri dialami usai euforia melanda masyarakat Indonesia pasca laju mengesankan 'Pasukan Garuda' ke babak final Piala AFF 2010.
Seiring dengan hal itu pula hadirlah pelbagai aktivitas sampingan yang mesti dijalani oleh timnas. Ini dibarengi dengan banjir sorotan, baik dari masyarakat maupun media. Inilah yang lantas disesalkan karena dinilai terlalu berlebihan.
Via situs mikroblogging Twitter, Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Salahuddin Wahid pun mengkritik aktivitas timnas yang menyambangi sebuah acara istighosah akbar sebelum berangkat ke Malaysia.
"Tidak. Yg berlebihan, Timnas datang kesana," jawab Gus Sholah saat menjawab pertanyaan apakah berlebihan untuk sebuah pondok pesantren menggelar acara istighosah.
Setelah Indonesia menelan kekalahan dari Malaysia di leg I, sejumlah ajakan untuk tidak lagi menyarati timnas dengan aktivitas yang tidak perlu pun bermunculan.
"Sebaiknya timnas konsentrasi penuh. Undangan makan, foto-foto, liputan khusus, istaghasah, dan sejenisnya, nanti saja kalau sdh selesai. Ayo!" ujar Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di akun Twitternya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ikut melontarkan pesan bernuansa serupa. "Timnas jangan terlalu diganggu jangan dibawa ke kanan ke kiri, ke kanan ke kiri," kata SBY usai nonton bersama di kediaman pribadi di Cikeas, Bogor, Minggu (26/12/2010) malam.
"Kalau terlau banyak dibawa ke kiri ke kanan itu mengganggu latihan. Biarkan ditangani pelatih," tambahnya.
Teguran tegas juga diberikan oleh pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi dalam perbincangan dengan detikcom.
"Saya kira ini pelajaran baik buat para politisi agar jangan mengeksploitasi timnas. Terus terang setelah timnas masuk final hingga menjelang keberangkatan ke Kuala Lumpur malah asyik bersafari di luar sepak bola," ujarnya.
Pengamat sepakbola M. Kusnaini ikut menggarisbawahi hal tersebut. Dalam percakapannya dengan detikSport, ia menegaskan, "Euforia wajar, (tapi) eksploitasi berlebihan kepada pemain mengurangi konsentrasi pemain di lapangan."
Pelatih timnas Indonesia Alfred Riedl juga telah menyindir sejumlah aktivitas sampingan yang mesti dilakoni para pemainnya. Pernyataan itu ia lontarkan sesaat usai timnya dikalahkan lawan.
"Ya media terlalu banyak minta wawancara tim. Belakangan ini aktivitas dari federasi juga agak mengganggu kami. Kegiatan-kegiatan yang berlebihan dan tidak perlu," cetus Riedl dalam pernyataannya disitus detik.com
KESALAHAN SIAPA

Kesalahan siapa ?,yah itu memang yang terlintas pada benak pikiran kita ketika TIMNAS kita kalah pada malam ini dengan skor cukup telak 3-0. Banyak yang beropini bahwa kebebasan pers ternyata mempengaruhi persiapan non-teknis yang ada di TIMNAS kita dan jadwal yang padat diluar jadwal latihan menjadikan faktor X yang membuat para pemain kita menjadi lelah. jika sudah begini siapa yang disalahkan ?
Kamis
Koreksi Penting Untuk Pemerintahan Baru
Koreksi Penting Untuk Pemerintahan Baru
Eep Saefulloh Fatah, pengajar Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia, dalam kolom Analisis Politik Koran Kompas, ( 18/8) menulis tentang potensi kekeliruan pemerintah baru SBY ke depan. Menurutnya potensi kekeliruan dibentuk oleh sikap akomodatif Yudhoyono yang berlebihan. Mengakomodasi semua (23) partai peserta resmi koalisi penyokongnya ke dalam kabinet dan/atau pos-pos pemerintahan lainnya bisa mengabaikan kompetensi mereka. Termasuk berpotensi membatasi kemungkinan terbentuknya kabinet yang kompeten, profesional, dan punya integritas.
Potensi kekeliruan berikutnya dibentuk oleh cenderung lemahnya kepemimpinan Yudhoyono. Pertama, menjalankan politik balas budi secara berlebihan sebagaimana terlihat sejak 2004. Politik balas budi berlebihan telah terbukti meningkatkan kerepotan selama lima tahun terakhir. Kedua, tak bersikap tegas terhadap kasus-kasus konflik kepentingan dalam pemerintahannya sehingga membatasi efektivitas manajemen pemerintahan dan kebijakan. Contoh terbaik soal ini adalah berlarut-larutnya penyelesaian lumpur di Sidoarjo. Ketiga, mengelola pemerintahan yang terlampau hati-hati, lamban, dan konservatif. Jangan lupa, SBY-Boediono cenderung satu karakter, tidak saling komplementer sebagaimana SBY-Kalla. Keduanya berpotensi menjadi rem (bukan rem dan gas) dan memfasilitasi terbentuknya pemerintahan yang kurang sigap.
Analisis diatas cukup menarik. Namun yang sering dilupakan kalaupun potensi kekeliruan diatas bisa ditangani, pemerintah baru tetap akan berjalan atas dasar Sekuler-Kapitalisme . Justru inilah pangkal kekeliruan terbesar dari pemerintahan baru SBY. Ideologi Kapitalisme telah terbukti gagal selama ini untuk mensejahterakan rakyat dan membangun stabilitas politik yang mapan. Kebijakan ekonomi Kapitalisme yang liberal yang selama ini dijalankan oleh pemerintahan SBY atau yang sebelumnya justru semakin menambah penderitaan rakyat dan gagal menuntaskan kemiskinan. Meskipun jumlah kemiskinan diklaim menurun namun jumlahnya tetap puluhan juta angka yang sangat besar . Menurut Biro Pusat Statistik Indonesia jumlah penduduk miskin selama Maret 2009 turun 14,15 persen atau 2,43 juta jiwa, menjadi 32,53 juta jiwa.
Padahal didepan mata Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang seharusnya bisa digunakan untuk menuntaskan kemiskinan. Kapitalisme juga telah memberikan jalan bagi negara imperialis untuk mengobok-obok kekayaan alam Indonesia. Ekonomi kapitalis terbukti lebih memihak kepada pemilik modal. Kasus bailout Bank Century memperkuat anggapan ini. Melanjutkan ideology capitalism bukan hanya pangkal kekeliruan tapi menjadi dosa besar pemerintah baru. Menerapkan ideology kapitalisme disamping merugikan rakyat, menghancurkan negara juga merupakan kemaksiatan yang terbesar karena berhukum pada hukum kufur. Padahal Allah SWT telah memerintahkan untuk menjalankan syariat Islam secara menyeluruh.
Penerapan syariah Islam juga secara praktis akan menghentikan kemiskinan meluas ditengah masyarakat. Politik ekonomi syariah yang mewajibkan negara menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyat (sandang,pangan, dan papan) akan menjamin kesejahteraan rakyat disamping pendidikan dan kesehatan gratis. Hasil kekayaan alam yang melimpah dari tambang akan digunakan untuk kepentingan rakyat, karena berdasarkan syariah Islam merupakan pemilikan umum yang wajib dikelola negara dengan baik untuk kemashlahatan rakyat. Kebijakan ini akan menghentikan penjajahan negara-negara kapitalis di Indonesia.
Penerapan syariah Islam akan menghentikan terror terhadap umat Islam atas nama perang melawan terorisme. Perang melawan terorisme ala AS ini telah menjadikan Islam dan umat Islam sebagai obyek. Mulai dari stigma negative terhadap syariah Islam dan symbol-simbol Islam sampai pengawasan dakwah. Siapapun yang diberikan label sebagai teroris kemudian diperlakukan seenaknya oleh aparat, padahal belum terbukti atau ada kemungkinan keliru dalam penangkapan.
Walhasil kalau pemerintahan baru benar-benar ingin berpihak kepada rakyat, ideology kapitalisme harus ditinggalkan dan diganti dengan syariah Islam. Dengan syariah Islam, Allah SWT telah menjamin kita akan meraih keselamatan dan barakoh di dunia dan diakhirat.
Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011
PERSATUAN UMAT (ISLAM) ATAU PERSATUAN BANGSA (NASIONALISME)?
PERSATUAN UMAT (ISLAM) ATAU PERSATUAN BANGSA
(NASIONALISME)?
Ketika Allah berbicara mengenai persatuan di dalam Al-Qur’an jelas bahwa yang dikehendaki ialah munculnya suatu kesatuan berdasarkan ikatan yang jelas dan hakiki. Allah tidak pernah menyuruh manusia untuk menjadikan hal-hal primordial sebagai sebab atau ikatan jalinan yang menumbuhkan persatuan antar manusia. Allah memang menyebutkan bahwa manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, namun Allah tidak pernah menyuruh kita untuk menjadikan faktor suku atau bangsa sebagai faktor perekat. Eksistensi suku dan bangsa yang beraneka ragam di tengah pergaulan antar manusia merupakan sebuah fakta yang tak terelakkan, tetapi bukan berarti persatuan berdasarkan kesamaan suku atau bangsa merupakan persatuan yang dianjurkan apalagi diperintahkan oleh Allah maupun RasulNya. Malah sebaliknya kita temukan sebuah hadits yang mencela persatuan sekedar berdasarkan fanatisme golongan, baik itu golongan berdasarkan kesamaan bangsa, suku atau warna kulit.
“Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme golongan).” (HR Abu Dawud 4456).
Islam mengajarkan umatnya untuk menjadikan tali Allah sebagai faktor perekat antara satu sama lain sesama orang-orang beriman. Yang dimaksud dengan tali Allah ialah nilai-nilai yang bersumber dari ajaran sempurna Al-Islam. Islamic values merupakan satu-satunya sebab orang-orang beriman pantas dan layak bersatu dan berjamaah. Percuma kita meneriakkan slogan persatuan umat Islam bilamana kita menyuruh mereka untuk mengikatkan diri kepada tali selain tali Allah alias ajaran Islam. Allah bahkan mengancam bahwa kondisi tercerai-berai pasti akan muncul bilamana kita berpegang kepada selain tali Allah. ”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai...” (QS Ali Imran ayat 103)
Allah mengancam bahwa segala bentuk persahabatan, persekutuan, koalisi, pertemanan, perkoncoan, aliansi, kemitraan akan berakibat kepada saling bermusuhan kelak di hari berbangkit, kecuali bila menjalin persahabatan yang berlandaskan taqwa kepada Allah semata. Mereka yang menjalin hubungan semata berlandaskan taqwa kepada Allah akan akrab di dunia dan tetap akrab di akhirat. ”Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS Az-Zukhruf ayat 67)
Persahabatan yang berlandaskan taqwa kepada Allah seringkali disebut sebagai Al-Ukhuwwatu Fillah (Persaudaraan dalam/karena Allah). Mengapa? Karena mereka yang bersaudara karena Allah adalah orang-orang yang sadar bahwa sesungguhnya Allah-lah sebab bersatu yang hakiki dan abadi. ”dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Anfal ayat 63)
Orang-orang yang bersatu bukan berdasarkan tali Allah akan bersatu sebatas masih tersedianya ”kekayaan” yang mempersatukan mereka. Kekayaan merupakan simbol dari ”kepentingan duniawi” yang sifatnya sementara bahkan sesaat. Begitu kepentingan tersebut telah menghilang, maka mereka akan segera tercerai berai dan hilang kesatuannya. Bahkan tidak kadang perpecahan serta permusuhan akan segera tampak selagi masih di dunia tanpa menunggu datangnya hari berbangkit.
Sedangkan orang-orang beriman tidak pernah tertipu. Mereka sangat faham dan sadar bahwa segala kepentingan dunia sifatnya adalah kesenangan sementara dan menipu. Maka mereka tidak akan mau menjalin bentuk persatuan, perkoncoan, pertemanan, aliansi, koalisi atau apapun namanya kecuali bila jelas bahwa yang jadi sebab dan landasan bersatu adalah Allah semata. Sebab Allah adalah Dzat Yang Maha Hidup. Jika kita menyatukan diri satu sama lain hanya karena Allah, maka kita akan merasakan keakraban yang melampaui batas-batas ruang dan waktu, sebab sampai kapanpun dan dimanapun Allah tetap hadir dan mendampingi mereka yang bersatu karena Allah.
Sekalipun sudah sama-sama meninggal dunia, namun kelak ketika dibangkitkan di hadapan Allah mereka yang saling bercinta, bersaudara serta bersatu hanya karena Allah akan mendapati Allah sebagai Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang di hari tersebut. Mereka tidak akan memiliki rasa takut, khawatir dan resah saat semua orang lainnya dalam keresahan dan ketakutan di hari Kiamat. Bahkan Allah akan menjadikan mereka sebagai orang-orang istimewa yang dibanggakan dan dilimpahkan cahayaNya. Sedemikian istimewanya kedudukan mereka sehingga menimbulkan kecemburuan dari para Nabi dan para Syuhada.
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah terdapat mereka yang bukan para Nabi maupun para Syuhada, namun para Nabi dan para Syuhada cemburu dengan mereka di hari kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah.” Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, kabarkanlah kepada kami, siapakah mereka? “ Beliau bersabda: ”Mereka adalah kaum yang saling mencinta dengan ruh Allah, mereka tidak diikat oleh hubungan keluarga di antara mereka maupun harta yang mereka kejar. Maka, demi Allah, sungguh wajah mereka bercahaya, dan mereka di atas cahaya. Mereka tidak takut saat manusia ketakutan. Dan mereka tidak bersedih saat manusia bersedih.” Lalu beliau membacakan ayat: ”Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah tidak merasa takut dan tidak bersedih hati.” (HR Abu Dawud 3060)
Saudaraku, sudah tiba masanya bagi ummat Islam, dimanapun dan kapanpun, untuk menyadari hal fundamental ini. Kita selama ini telah tertipu bila menyangka masih ada ideologi lain yang mampu mempersatukan manusia. Apapun nama ideologi tersebut. Oleh karenanya, marilah kita kembali meneladani sunnah Rasulullah Muhammad SAW dalam segala hal, termasuk dalam hal menjalin ikatan persahabatan dan mewujudkan persatuan.
Para penyeru Nasionalisme mengatakan bahwa ideologi Islam adalah ideologi sempit dan primordial karena akan menyebabkan retaknya keutuhan eksistensi bangsa. Maka kitapun mengatakan kepada mereka bahwa justru ideologi Nasionalisme itulah yang sempit dan primordial. Kenapa? Karena ia hanya sibuk dengan satu bangsa saja dan mengabaikan bangsa-bangsa lainnya. Itupun masih kita pertanyakan ketulusan dan kesungguhannya memperhatikan nasib bangsa tersebut. Sedangkan Islam datang justru untuk mempersaudarakan ummat manusia dari aneka latar belakang suku dan bangsa. Lihatlah sejarah, bagaimana Islam telah mempersaudarakan sahabat Umar bin Khattab dari bangsa Arab, Salman Al-Farisi dari Persia, Shuhaib Ar-Rumi dari bangsa Romawi dan Bilal bin Rabah dari Ethiopia. Jika hari ini kita lihat bahwa persatuan ummat Islam sedang tidak tampak, barangkali suatu pertanyaan mendasar perlu diajukan. Benarkah ummat Islam dewasa ini secara jujur telah menjadikan tali Allah saja sebagai perekat untuk mewujudkan persaudaraan dan persatuan di antara mereka satu sama lain?
Wallahua’lam bish-showwaab.
Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011
BANALITAS DEMOKRASI
BANALITAS DEMOKRASI
(sumber : kompas)
Jean Jacques Rousseau adalah seorang filsuf romantik yang menuliskan pemikiran politiknya dalam sebuah buku penting berjudul Du Contract Social yang secara serius meninjau politik dari eksperimentasi empirik dan kemudian memicu revolusi agung di Prancis, 14 Juli 1789.
Rouseau dalam bukunya menegaskan “demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang sempurna dan hanya rakyat yang terdiri dari dewa – dewa saja yang dapat diperintah secara sempurna”. Mengapa ia tidak percaya dengan demokrasi? Setidaknya ada 3 alasan mendasar yang diajukan. Pertama, pemimpin yang terpilih dalam sebuah proses demokrasi tidak lagi memiliki kehendak individual dan hanya punya satu kehendak, yaitu kehendak umum. Kedua, semua representatif hasil demokrasi berupa legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah sekumpulan makhluk moral. Ketiga, beban sosial yang ditanggung rakyat semakin rendah karena orientasi kesejahteraan ada pada rakyat.
Pemimpin yang terpilih dari sebuah proses demokrasi adalah representasi kehendak umum. Pernyataan tersebut secara tegas mempersoalkan bahwa ada prbedaan mendasar antara kehendak pribadi dan kehendak sosial. Maka, siapa pun yang terpilih dalam sebuah proses demokrasi dan mengambil keputusan secara individual atau kelompok yang terbatas adalah bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan.
Pada pernyataan kedua semua unsur produk demokrasi seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah orang – orang yang terikat sikap moral tinggi. Mereka adalah makhluk –makhluk moral yang tidak berkehendak untuk memainkan kebebasan individual dan segala kepentingan kelompoknya utnuk mencederai kehendak umum rakyat.
Pada asumsi ketiga, jelas sekali ia ingin membedakan posisi rakyat pada sistem pemerintahan monarki dengan demokrasi. Pada monarki, beban rakyat sangat berat karena rakyat harus bekerja keras untuk kekayaan negara yang dikuasai sekelompok elite. Sementara itu, dalam demokrasi, negaralah melalui sekelompok manusia yang dipilih secara moral yang bekerja keras menyejahterkan rakyat.
Dengan menilik pemikiran Rouseau, jelas sekali kita dapat memahami mengapa ia menegaskan bahwa demokrasi seharusnya melahirkan manusia yang memegang teguh kehendak umum rakyat dan dapat dipercaya sebagai makhluk moral yang mengendalikan tiga pilar kekuasaan politik secara spiritual.
Demokrasi awalnya dikonstruksikan untuk menggantikan bentuk pemerintahan monarki. Maka, demokrasi yang paling banal adalah demokrasi yang justru melahirkan individu aristokrat. Secara tegas, Rouseau menjelaskan, dalam monarki, kekuatan umum melekat pada kekuatan pribadi, kehendak umum terikat pada kehendak individu.
Siapa yang paling berperan dalam sirkulasi moral dan kehendak umum dalam demokrasi di Indonesia? Tentu dengan mudah kita akan menemukan titik rotasi politik dan demokrasi pada partai politik. Bayangan Rouseau tentang parpol adalah sebuah institusi moral yang melahirkan makhluk – makhluk moral dan pemimpin – pemimpin yang kehilangan kehendak pribadinya dan hanya memiliki kehendak umum rakyat dalam dirinya.
Gagal memainkan peran
Jika kita menilik situasi demokrasi di Indonesia, setidaknya hasil dari pemilu 2009 menunjukan jelas sekali parpol gagal memainkan peran sebagai institusi moral dan produsen kehendak umum rakyat. Celakanya, parpol memainkan peran mendasar dalam proses demokrasi.
Kekuasaan politik apa yang tidak disentuh oleh parpol? Presiden sebagai makhluk kehendak umum tertinggi diajukan oleh parpol. Legislator – legislator dalam semua tingkatan ditawarkan melalui keanggotaan – keanggotaan parpol. Melalui legislator dan presiden, kepentingan parpol – parpol mengalir dalam penentuan jabatan yudikatif.
Pada konteks tersebut, parpol adalah pusaran bersar politik yang “memblender” prinsip – prinsip trias poltika yang diajukan oleh Montesquieu menjadi satu kesatuan yang justru tak terpisahkan. Bayangan Montesquieu bahwa trias politika akan melahirkan sebuah mekanisme kontrol yang menjaga titik moral antara eksekutif, yudikatif, dan legislatif dengan nyata terbantahkan di Indonesia.
Di Indonesia, kepentingan parpol memainkan peran monarki terselubung dan membuat nihil dan absurdnya moralitas politik di Indonesia, lalu tentu saja membuat tidak jelasnya transaksi kehendak umum dalam proses demokrasi. Satu – satunya kekuasaan rakyat sebagai representatif kehendak umum hanya pada saat melakukan pemilihan politik dibilik suara. Segera setelah bilik suara dibuka dan dihitung, kehendak umum berpindah pada kehendak pribadi.
Itulah sebabnya pusaran politik di Indonesia selalu sulit di tebak dari sisi rakyat. Logika dan segala bentuk silogisme apa pun akan kacau dalam memahami logika dan silogisme politik di Indonesia. Banalnya demokrasi kita dan punahnya makhluk – makhluk moral membuat negara ini lebih menyerupai monarki yang dipenuhi “serigala – serigala” . Machivelian yang banyak beredar dalam belantara trias politika. Banalnya politik di Indonesia membuat rakyat hanya bisa bertanya, “kapankah parpol bisa menjadi pabrik moral yang mengusung kehendak rakyat?”. Tentu dengan harapan yang tak banyak tersisa.
Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011
MENUNAIKAN AMANAT : KEKUASAAN DAN JABATAN
Ketika Nabi SAW membebaskan kota Makkah, dan menerima kunci-kunci Ka’bah dari Bani Syaibah, kunci-kunci tersebut diminta oleh Al-Abbas supaya berhimpun padanya, dan antara kemuliaan tugas memberi minum korang yang haji dan juru kunci Baitullah, kemudian Nabi menyerahkan kunci-kunci tersebut kepada Bani Syaibah. Karena itu, wajib atas pemimpin supaya mengangkat untuk semua tugas dari tugas-tugas umat Islam, orang yang paling layak (ashlah) untuk tugas tersebut. Nabi SAW, bersabda : “Barangsiapa memimpin sesuatu dari urusan umat Islam, lalu ia mengangkat seseorang padahal ia melihat ada orang yang lebih layak daripadanya, maka ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya”.
Dalam riwayat lainnya, Nabi Shallahi Alaihi Wa Sallam, bersabda : “Barangsiapa mengangkat seseorang pada suatu jabatan padahal dia melihat pada jabatan itu ada orang yang lebih diridhai Allah daripadanya, maka dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta kaum beriman”. (HR, Al-Hakim dalam al-Musdharak).
Ibnu Umar meriwayatkan bapaknya, bahwa Umar Ibn Khaththab RA, berkata,
"Barangsiapa memimpin urusan umat Islam, lalu ia mengakat seseorang karena mawaddah (hubungan kasih sayang/kedekatan) atau karena hubungan kekerabatan diantara keduanya, maka ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta umat Islam”.
Maka, ketika Umar Ibn Khaththab, wajib mencari orang yang berhak mengisi berbagai jabatan, sebagai wakilnya untuk ditempatkan di berbagai negeri, seperti gubernur, yang merupakan wakil penguasa, qadhi, panglima pasukan, pejabat yang mengurusi harta negara (para menteri), pencatat, penjaga, pegawai pemungut pajak dan zakat serta harta-harta milik umat Islam lainnya. Untuk semua tingkatan jabatan diangkat dan dipilih orang yang dilihatnya paling layak dan tepat. Bahkan, para imam shalat, muadzin, pembaca (al-Qur’an), pengajar, amir haji, pos, intelijen, penjaga harta negara, penjaga beteng, para pengawal beteng dan kota, kepala regu pasukan besar dan kecil, kepala suku, dan kepala desa.
Setiap orang yang memimpin urusan umat Islam, adalah orang paling kompeten (ahli/mengerti) untuk jabatannya. Umar RA tidak boleh mendahulukan seseorang, karena ia meminta jabatan, atau lebih dahulu meminta, bahkan karena itu menjadi faktor untuk ditolak.
Nabi Shallahu Alaihi Wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya kami tidak menyerahkan urusan kami ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula pada orang yang berambisi mendapatkannya”.
Beliau berkata kepada Abdurrahman bin Samurah : “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah meminta jabatan. Sebab jika kamu diberi jabatan itu dengan meminta, maka bebannya diberikan kepadamu, sedangkan jika kamu diberi jabatan tanpa meminta-minta niscaya kamu akan ditolong”. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Selanjutnya, Beliau bersabda : “Barangsiapa yang mencari jabatan qadhi (hakim) dan meminta bantuan supaya memperolehnya, maka semua itu diserahkan kepadanya, dan barangsiapa yang tidak meminta jabatan hakim dan tidak meminta bantuan supaya memperoleh jabatan itu, maka Allah menurunkan kepadanya malaikat yang menuntun langkahnya”. (HR. Ahlus Sunan).
Apabila jabatan itu diberikan bukan kepada orang yang lebih berhak dan lebih berkompeten, tetapi diberikan kepada selainnya, karena faktor kekerabatan diantara keduanya, karena faktor persahabatan (mawali), kesamaan negeri (suku), mazhab (ideologi), karena suap yang diterima darinya, baik berupa harta atau manfaat, atau sebab-sebab lainnya, atau karena kedengkian dalam hatinya kepada orang yang lebih berhak (menduduki jabatan), atau karena permusuhan diantara keduanya, maka ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman.
Allah berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya disisi Allah-lah pahala yang besar”. (al-Anfal : 27-28)
Itulah prinsip-prinsip di dalam Islam, yang menjadi mabadi’ bagi para pemimpin yang memilih, orang-orang yang akan melaksanakan amanah. Kemudian, di era modern ini, seperti sekarang ini, di mana kekuasaan/jabatan itu diperebutkan oleh berbagai golongan, kelompok, partai dan organisasi, dan bahkan mereka terang-terangan meminta jabatan, dan kemudian dikenal dengan ‘power sharing’ (pembagian kekuasaan), serta dikenal dengan : siapa mendapatkan apa. Tanpa memperhatikan kompetensi/sikap amanah, dan jabatan itu dibagi-bagi berdasarkan kedekatan (partai/ideologi/kekerabatan, kronisme), kemudian muncul berbagai kemelut, yang merusak sistem kehidupan, yang berdampak sangat luas bagi rakyat, dan terjadi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), sebagai penyakit yang sangat akut bagi bangsa, serta merusak masa depannya.
Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011