Sudah Bangkitkah Kita?
Tanggal 20 Mei nanti, dalam perjalanan kebangsaan Indonesia mendapat tempat khusus. Berdirinya Boedi Oetomo telah kita adopsi sebagai tonggak lahirnya rasa kebangsaan. Berikutnya, tanggal ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Kini wajarlah kita berefleksi, sudah bangkitakah kita sebenarnya? Kalau kita benar – benar telah bangkit, tentu dengan berbagai modal yang kita miliki (apakah itu kekayaan alam, penduduk berjumlah besar, atau letak geografi), mestinya kita sudah jadi bangsa yang lebih besar dari yang kita lihat sekarang ini.
Sebaliknya, masih tersisa rasa masygul, disertai pertanyaan, “mengapa kita hanya begini saja setelah hampir 66 tahun merdeka?” Rasa bahwa kita tak kemana – mana, acap kali muncul, lebih – lebih ketika kita melihat bagaimana perkembangan di negara –negara tetangga.
Jika tidak mengalami kebangkitan sejati, boleh jadi kita seumur – umur hanya akan bertengger di level negara berpendapatan menengah yang ditandai dengan modernisasi, disimbolkan antara lain dengan munculnya gedung – gedung tinggi, hotel berbintang, dan restoran mewah. Namun disaat yang bersamaan muncul pula ketertinggalan dan masalah serius akibat pertumbuhan ekonomi tidak merata.
Apabila ingin naik ke peringkat negara maju, bekal yang harus kita miliki tidak cukup hanya dengan kemajuan fisik. Dibutuhkan juga infrastruktur lunak, antara lain, mewujud pada masyarakat yang mengerti hak dan kewajibannya, sehingga orang tidak berniat melakukan premanisme. Dan hal ini membutuhkan sistem birokasi dan hukum yang baik.
Harus kita akui bahwa kita belum sanggup menegakkan prasyarat diatas dengan konsisten. Karena itu, kalau kita benar – benar ingin jadi bangsa yang maju, marilah kita bangkit dengan menjadi bangsa yang sanggup merespons tantangan zaman. Tak bisa lain, untuk itu kita harus meningkatkan kerja keras, menjalankan birokasi efektif, dan konsekuen menegakkan hukum. Kita yakin, hanya dengan beranjak menjadi negara majulah kita benar – benar menjadi bangsa yang memahami makna Kebangkitan Nasional.
Bidang hikmah 2010/2011
Sebaliknya, masih tersisa rasa masygul, disertai pertanyaan, “mengapa kita hanya begini saja setelah hampir 66 tahun merdeka?” Rasa bahwa kita tak kemana – mana, acap kali muncul, lebih – lebih ketika kita melihat bagaimana perkembangan di negara –negara tetangga.
Jika tidak mengalami kebangkitan sejati, boleh jadi kita seumur – umur hanya akan bertengger di level negara berpendapatan menengah yang ditandai dengan modernisasi, disimbolkan antara lain dengan munculnya gedung – gedung tinggi, hotel berbintang, dan restoran mewah. Namun disaat yang bersamaan muncul pula ketertinggalan dan masalah serius akibat pertumbuhan ekonomi tidak merata.
Apabila ingin naik ke peringkat negara maju, bekal yang harus kita miliki tidak cukup hanya dengan kemajuan fisik. Dibutuhkan juga infrastruktur lunak, antara lain, mewujud pada masyarakat yang mengerti hak dan kewajibannya, sehingga orang tidak berniat melakukan premanisme. Dan hal ini membutuhkan sistem birokasi dan hukum yang baik.
Harus kita akui bahwa kita belum sanggup menegakkan prasyarat diatas dengan konsisten. Karena itu, kalau kita benar – benar ingin jadi bangsa yang maju, marilah kita bangkit dengan menjadi bangsa yang sanggup merespons tantangan zaman. Tak bisa lain, untuk itu kita harus meningkatkan kerja keras, menjalankan birokasi efektif, dan konsekuen menegakkan hukum. Kita yakin, hanya dengan beranjak menjadi negara majulah kita benar – benar menjadi bangsa yang memahami makna Kebangkitan Nasional.
Bidang hikmah 2010/2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar