Kamis

Karena Kita adalah Pemuda Islam

<!--[if gte mso 9]> Normal 0 false false false IN X-NONE X-NONE MicrosoftInternetExplorer4

Karena Kita adalah Pemuda Islam

Pemuda dikenal dengan agent of change, dalam realitasnya mereka memang mempunyai daya gedor yang luar biasa dalam melakukan perubahan. Tengok saja, bagaimana begitu gagahnya nabi Ibrahim.as muda yang begitu lugas menentang kebatilan yang ada di sekelilingnya. Diceritakan dalam Al-Qur’an:

“Mereka berkata: ‘Siapakah yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami? sungguh dia termasuk orang yang zalim, Mereka (yang lain) berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala) ini, namanya Ibrahim.” (QS.Al-Anbiya, 21:59-60)
.
Begitu juga para pemuda tangguh yang bersama-sama Rasulullah SAW dalam rangka melakukan perombakan terhadap tatanan jahiliyah yang ada. Sebut saja, Ali bin abi thalib (8 tahun), Zubair bin awwam (8 tahun), thalhah bin ubaidillah ( 11 tahun), al-arqam bin abi al-arqom (12 tahun), Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), saad bin Abi Waqqash (17 tahun), ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), zaid bin haristah (20 tahun ), mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun), juga Abu bakar ash-shidiq (37 tahun) ketika awal mula tampil sebagai pembela Islam. Mereka semua telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan dan perubahan.

Di belahan bumi manapun, termasuk di Indonesia, pemuda seringkali mejadi icon dari perubahan tersebut, terlepas dari seperti apa bentuk perubahan itu. Saking besarnya potensi yang dimiliki oleh pemuda, sampai-sampai bung Karno pernah mengatakan “Beri aku seribu orang, dan dengan mereka aku akan menggerakkan Gunung Semeru. Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia”.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 , kisah heroik juga di dilakukan oleh para pemuda Indonesia yang ingin mempersatukan bangsanya, mereka mengeluarkan rumusan yang diberi nama ”Sumpah Pemuda”. Yang berbunyi:

Soempah Pemoeda: Pertama, -Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe toempah darah indonesia. Kedua,-Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga,-Kami poetra dan poetri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.

Secara historis, paradigma pemikiran dan energi yang menggerakkan para pemuda itu beragam bentuknya, ada yang bercorak nasionalis, sosialis, religius ataupun gabungan dari corak-corak dari semua itu. Semuanya mewakili 3 ideologi yang ada di dunia saat ini, yaitu Kapitalisme, Sosialisme (serta sosdem) dan Islam.

Di negri ini pernah ada beberapa kejadian monumental yang sempat mewarnai sepak terjang para pemuda dalam kancah kehidupannya. Tercatat: angkatan 45, mereka bersama-sama para sesepuhnya berhasil mengusir penjajahah belanda yang telah lama menduduki Indonesia, kemudian disusul angkatan 66 dimana mereka juga menjadi pelopor atas penggulingan komunisme. Dan terakhir, bagaimana kita tahu, pemuda angkatan 98 dengan begitu heroiknya sukses mengakhiri kekuasaan rezim orde baru saat itu.

Ditengah beberapa corak pergerakan pemuda yang ada, tentunya corak pemuda yang berbasis Ideologi Islam adalah pilihan yang paling tepat dan pilihan akal sehat. Hal ini dikarenakan, pertama, merupakan tuntutan Aqidah dan syariah sebagai ummat Islam, sebagaimana Allah SWT memerintahkan kita untuk menerima Islam secara keseluruhan (kaffah) dan bukan setengah-setengah. Kedua, Dengan perubahan ini, kesejahteraan, kenyamanan, serta kemuliaan ummat akan benar-benar terwujud.

Bagi para pemuda pencetus sumpah pemuda, mungkin acungan jempol untuk semangat mereka, namun semangat saja tidak cukup, tetap saja hal ini tidak bisa memberikan kebangkitan yang hakiki bagi Indonesia. Dengan Semangat nasionalismenya, timor-timur lepas, Aceh menggugat cerai terhadap Indonesia, begitu juga beberapa daerah lain, seperti Papua dan Maluku. Hal ini disebabkan semangat ikatan ini hanyalah bersifat temporal dan cenderung berubah-ubah, punya potensi meningkat ketika menerima ancaman dari luar. Namun, ketika ancaman itu telah pergi (penjajah belanda misalnya) semangat nasionalisme itu pun ikut pergi.

PR Besar Para Pemuda

PR besar harus dipikul oleh genarasi muda saat ini, salah satunya dikarenakan Indonesia belum sepenuhnya merdeka, bagaimana tidak, meskipun penjajah belanda telah pergi, namun hukum dan undang-undangnya masih tetap bercokol di negri ini. Walhasil, banyak yang seharusnya kekayaan alam milik rakyat malah dikuasai oleh para tuan menir baru (barat). Kondisi moral, termasuk para remajanya begitu memprihatinkan, situasi keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang juga belum memuaskan. Bahkan Dr.Helfferick pernah mengatakan, bahwa kita ini adalah ”eine nation kuli und kuli enter den nationen” : bangsa kuli dan kulinya bangsa lain. (Meutia hatta. 2008). Sungguh ironis.

Kini tumpuan satu-satunya negri ini hanyalah pada Ideologi Islam, setelah gagalnya sosialisme (ordelama), kapitalisme (ordebaru sampai sekarang). Para pemuda kembali diharapkan menjadi pelopor perubahan, perubahan yang bukan dengan coba-coba alias spekulasi, namun perubahan yang benar-benar sudah teruji dan terbukti selama berabad-abad mampu memberikan kepuasan hati.

Hanya orang yang tidak paham realitas sejarah dan hatinya sudah diselimuti kedengkian terhadap Islam saja yang tidak mengakui keberhasilan Islam dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara. T.W. Arnold misalnya, dalam bukunya The Preaching of Islam, menuliskan bagaimana perlakuan yang diterima oleh non-Muslim yang hidup di bawah pemerintahan Daulah Utsmaniyah. Dia menyatakan, sekalipun jumlah orang Yunani lebih banyak dari jumlah orang Turki di berbagai provinsi Khilafah yang ada di bagian Eropa, toleransi keagamaan diberikan pada mereka, dan perlindungan jiwa dan harta yang mereka dapatkan membuat mereka mengakui kepemimpinan Sultan atas seluruh umat Kristen. Itulah pengakuan yang jujur dari orang-orang barat itu sendiri.

Kini Indonesia butuh perubahan sekali lagi dan untuk yang terakhir kali, yakni perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, perubahan ke arah Islam. Perubahan dengan jalan Islam. Islam yang rahmatan lil 'alamin.

Panutan kita bukan orang seperti Karl Marx, Mahatma gandhi, Hugho chaves, Ir.Soekarno, atau aktivis muda Idealis Soe Hok Gie, namun panutan kita adalah Muhammad SAW. Kita ingin seperti Ali bin abi thalib yang begitu gagah berani menjadi pembela agama Allah, kita ingin seperti Thariq bin ziyad sang pembebas andalusia, kita juga ingin seperti Muhammad Al-Fatih seorang pemimpin muda dari pasukan penakluk kota konstatinopel yang dalam pidatonya (sebelum penaklukan) mengatakan: ”wahai semua pasukan, kalian harus menjadikan syariat didepan mata kalian”. Yang dengan ijin Allah akhirnya berhasil menjalankan misinya.

Karena kita adalah pemuda Islam. Allahu Akbar!


Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011

KEMBALI KE DALAM SISTEM KADERISASI RASULULLAH

KEMBALI KE DALAM SISTEM KADERISASI RASULULLAH

Pada tahun 70-an suksesi sebuah organisasi di kampus dinamakan plonco. Di akhir tahun 1970-an sampai 1980-an namanya berubah menjadi Orientasi Studi Pengenalan Kampus (OSPEK). Dan di tahun 1990-an berubah sedikit menjadi Orientasi Studi (OS). Sekarang lebih dikenal dengan istilah ‘kaderisasi’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kaderisasi berarti proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Kader merupakan orang yang diharapkan akan memegang peranan penting di dalam pemerintahan, partai, ormas, dan sebagainya. Dalam kehidupan kampus, kaderisasi ini bertujuan untuk membentuk kader yang bisa menggerakkan organisasi, himpunan, ataupun kelompok dengan kepentingan masing-masing agar dapat terus berkembang.

Banyak berita mengenai kaderisasi di kampus (Orientasi Studi) yang menelan korban jiwa. Sebelumnya juga banyak terjadi rentetan peristiwa meninggalnya mahasiswa di perguruan tinggi di Indonesia. Seperti inikah muka pendidikan di Indonesia. Bukankah perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat kaderisasi untuk mencetak pemimpin – pemimpin bangsa di masa yang akan datang?

Memang jika kita meninjau sejarah, kaderisasi pada awal tahun 1980-an di desain untuk membentuk persepsi kepada mahasiswa terhadap kondisi politik saat itu. Pada saat itu Presiden Soeharto melalui Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K), Daoed Joesoef mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) dimana militer Orde Baru menduduki kampus. Mahasiswa pun berusaha untuk melawan, dan dibutuhkan kaderisasi agar perlawanan terus berlanjut melawan tiran saat itu. Selain di latih secara fisik dan mental, dalam kaderisasi mahasiswa saat itu, dituntut untuk berfikir kritis, ilmiah, dan mampu mempertanggungjawabkan pernyataannya.

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, seharusnya kaderisasi tidak lagi berorientasi pada hal diatas, walaupun pelatihan fisik dan mental tetaplah perlu. Tapi akan lebih baik jika pada saat kaderisasi saat ini lebih di fokuskan pada penanaman nilai-nilai kepemimpinan, ilmu organisasi, diplomasi dan sebagainya dengan metode simulasi, outbond dan metode kaderisasi kepemimpinan lainnya.

Rasulullah Muhammad saw merupakan contoh pemimpin luar biasa yang sangat layak kita contoh sistem kaderisasinya. Melalui tangan dingin nya pengaruh islam menyebar keseluruh pelosok dunia hanya dalam tempo 23 tahun sejak kerasulannya. Kader-kadernya banyak mencatatkan tinta emas dalam sejarah kehidupan manusia. Sebut saja Umar bin Khattab, ketika menjadi khalifah pengaruh islam semakin kuat. Hal ini terbukti dengan banyaknya daerah kekuasaan islam saat itu. Daerah kekuasaan Kekaisaran Byzantium dan Persia yang meliputi Palestina, Suriah, Iran, dan Turki tak luput dari penguasaan umat Islam. Sampai saat ini kader – kader Rasulullah terus bermunculan, meneguhkan keberhasilan sistem kaderisasi Rasulullah.

Kaderisasi menurut islam diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam Al-Qur’an. Dalam kaderisasi pasti memberikan pengarahan dan pelatihan. Masalahnya adalah terkadang atau sering hal – hal yang disampaikan tidak dilakukan oleh pemberi pelatihan di kehidupan sebenarnya. Contoh, dalam kaderisasi pemberi pelatihan mengatakan bahwa kita harus disiplin, tapi ternyata ketika dia rapat untuk mempersiapkan kaderisasi, dia sering terlambat. Hal inilah yang membuat banyak kaderisasi saat ini tidak berjalan. Rasulullah, dalam mengkader, tidaklah sembarangan. Beliau melakukan apa yang ia katakan. Sehingga kadernya menjadi taat dan melaksanakan apa yang beliau serukan. Allah swt juga telah mengingatkan kunci kaderisasi yang sukses dalam Al-Qur’an. “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3).

Selanjutnya Rasulullah dalam melakukan kaderisasi selalu teratur dan terencana. Contoh diatas sudah cukup membuktikan bahwa kaderisasi yang beliau bangun selalu terencana dengan sangat baik. Allah swt memberi kunci kaderisasi selanjutnya dalam Al-Qur’an. “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh” (Q.S. Ash-Shaff : 4). Disinilah dibutuhkan ilmu manajemen organisasi, hal ini penting untuk menjaga agar kaderisasi tetap berlangsung. Jika manajemen organisasinya lumpuh maka hampur dapat dipastikan kaderisasinya juga akan lumpuh.

Setelah kita melakukan apa yang kita katakan lalu direncanakan dengan rapi maka selanjutnya peran pemimpinlah yang menentukan. Kaderisasi yang sukses tidak lepas dari peran pemimpin yang menjalankan tugas dengan baik. Itulah beberapa kiat yang Rasulullah lakukan dalam melakukan kaderisasi hingga meluasnya islam di seluruh dunia. Jadi, jika kita integrasikan sistem kaderisasi kampus dengan sistem kaderisasi Rasulullah maka percayalah suatu kaderisasi akan terus berjalan dan berkembang. Selanjutnya bila kaderisasi Rasulullah ini dibawa dan diterapkan dalam masyarakat maka akan tercipta masyarakat madani. Karena kita tidak akan kehabisan stok orang-orang hebat, terlatih, ter-tarbiyah dan terkader dengan baik. Insya Allah.

Untukmu Allah, Rasulullah, dan Islam! Allahuakbar!

Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011

SILUMAN KARTEL POLITIK

SILUMAN KARTEL POLITIK

Bagi Boni Hargens, tak mudah memahami manuver elite kita. Yang dikatakan dan yang dilakukan mudah berubah. Setidaknya paradoks itulah dasar kenapa sebagian publik tak nyaman dengan langkah partai – partai politik yang pernah bernyanyi soal skandal Bank Century, tetapi bungkam setelah sekretariat bersama terbentuk.

Bukan koalisi politik yang kita persoalkan, tetapi pergeseran posisi dan prinsip yang ambivalen. Belakangan, Partai Golkar dan Parati Keadilan Sejahtera (PKS) berdalih, masalah Bank Century sudah selesai di paripurna DPR pada maret (2/3). Padahal kedua partai ini memperlihatkan taringnya ketika mengusulkan dan selama berjalannya Pansus DPR tentang Hak Angket Bank Century.

Dari kacamata koalisi politik, seharusnya kedua partai tersebut tidak memainkan peran Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hanura, atau Gerindra yang jelas – jelas di blok oposisi. Sebab, koalisi selalu mengandaikan kekuatan – kekuatan politik berpadu dalam satu suara, dimana partai pemenang adalah konduktornya. Faktanya, mereka kritis selayaknya oposisi sehingga publik tak salah kalau berharap mereka konsisten.

Apalagi dalam pengusutan skandal Rp. 6,7 Triliun rupiah di Bank Century, mereka berlindung di balik wacana “kepentingan negara di atas kepentingan kelompok”. Anehnya lagi, ketika mau melupakan kasus Century, mereka berteriak tentang urgennya stabilitas politik dalam mengurus masalah kemiskinan, pengangguran, dan semua masalah yang berlabel rakyat.

Padahal, betulkah rakyat yang mereka pikirkan? Inilah keraguan kelompok skeptis yang, seperti kaum Laswellian, melihat politik sebagai “siapa, mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana”. Dalam kenyataan, kelompok ini sering kali benar. Apalagi, dalam konteks politik belakangan, perubahan haluan sejumlah partai politik terjadi persis setelah Sri Mulyani Indrawati meninggalkan kursi kabinet. Mungkinkah ada skenario “mengusir” Sri Mulyani?


Persekongkolan elite

Pertanyaan terakhir ini membawa kita ke dalam diskursus kartel politik. Apa itu? Sulit menemukan definisi seragam soal kartel politik. Kartel politik dalam konteks ini cenderung dipahami sebagai persekongkolan elite partai dalam satu oligarki semu untuk menetapkan haluan politik tertentu yang sifatnya tertutup untuk umum dan membatasi kompetisi.

Kartel perlu dipahami di dua ranah, yakni ranah partai dan ranah pemerintahan. Pada ranah partai, selalu saja ada segelintir elite yang memegang kekuasaan semimutlak. Mereka bisa disebut pendiri pimpinan, atau pemodal. Dalam bahasa Robert Michels, mereka disebut oligarki.

Dihampir semua partai kita, ada oligarki itu. Itu sebabnya suksesi diinternal partai selalu sulit diprediksi dengan ukuran normal. Pilihan oligarki selalu menjadi arus utama. Kongres Partai Demokrat di Bandung pun tidak lepas dari konteks ini. Susilo Bambang Yudhoyono adalah determinan yang utama. Elite pada posisi macam ini tidak secara langsung mengintervensi proses elektoral, tetapi eksistensi ketokohan dalam patronase politik selalu melahirkan implikasi demikian.

Di ranah pemerintahan, kartel politik umumnya dibaca dari perubahan konstelasi di tingkat elite. Maka, sesuatu yang logis kalau ada yang menduga Sri Mulyani pergi karena skenario kelompok tertentu di balik layar. Akan tetapi, adakah hubungan dengan jabatan Ketua Harian Sekretaris Bersama Partai Koalisi yang diemban Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, seperti rumor selama ini, kita tak akan pernah menemukan kepastian.

Sudah hakikatnya, kartel politik memang sulit diukur. Itu juga yangmembuat ia berbeda secara substansial dengan oligarki dalam pengertian ilmiah. Oligarki terukur dan terprediksi karena aktor – aktornya kelihatan. Namun, kartel, sebaliknya, sulit dilacak sebab aktor – aktornya samar, yang jelas hanya dampak dari pergerakan politknya. Kartel di tubuh partai cenderung terbaca, tetapi tak terukur. Maka, kartel internal partai sebetulnya semi-oligarki atau bisa dibilang saja patronase politik. Kartel dipemerintahan, apalagi dalam sistem multipartai yang kompleks, amat rumit dilacak. Sama rumitnya dengan dampak dari manuver politik mereka.

Pada titik ini, bisa kita bertanya, benarkah Sri Mulyani terlibat dalam skandal Bank Century atau dia hanya korban dari permainan besar dan kompleks, yang melampaui batas – batas kekuasaan politiknya? Misalkan jawabannya “iya”, makin benarkah hipotesis tentang virus kartel politik yang tengah menggerogoti demokrasi kita dari dalam.

Kalau itu terjadi, yang dicemaskan bukan saja kekuasaan demokratis dibajak oleh segelintir orang, melainkan adanya “pemerintah” di dalam pemerintah. Dalam artian, secara formal presiden adalah kepala pemerintahan dan kepala negara, tetapi faktanya ia cuma pion di papan catur kartel politik.

Sebab, dalam politik kartel, arah politik ditentukan oleh tangan – tangan siluman dibalik layar. Di permukaan, kita terkadang bingung dengan presiden dalam sistem presidensialisme yang ragu memaksimalkan hak preogratifnya. Padahal, di balik layar, hak preogratifnya menjadi relatif apabila berhadapan dengan struktur kepentingan kartel.

Analisis psikologi politik tentang pemimpin peragu menjadi tidak relevan dalam kondisi politik seperti ini karena sikap politik ternyata tidak selamanya dipahami dengan pendekatan behavioral dalam ilmu politik. Akan tetapi, perlu dilihat dari perspektif bosisme terselubung (Sidel, 1999) bahwa kenyataan demokrasi yang das sollen berlandaskan pada kehendak umum berubah menjadi oligarki terselubung yang berlandaskan kehendak parsial.


Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011