Selasa

PT KAI ganti logo


Bandung (ANTARA News) - Manajemen PT Kereta Api Indonesia (PTKAI) meluncuran logo baru dalam mewarnai peringatan PT Kareta Api Indonesia ke-66 pada 2011 yang digelar di Kantor Pusat PTKAI Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Bandung, Rabu.

Penyerahan logo baru PTKAI tersebut dilakukan oleh Deputi Menteri Negara BUMN Bidang Infrastruktur dan Logistik Sumaryanti Widayatin kepada Dirut PTKAI Ingatius Jonan menandai diresmikannya logo dan lagu baru sebagai "corporate identity" PTKAI.

"Nilai integritas adalah hal yang tak bisa ditawar lagi, begitu pula keselamatan merupakan hal yang tidak dikompromikan. Hari ini bukan sekedar mengganti logo lama namun lebih utama adalah perubahan nilai dan perilaku insan PTKAI dalam meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat," kata Dirut PTKAI Ignasius Jonan.

Logo baru PTKAI yang akan menjadi identitas baru BUMN itu terdiri dari tiga garis melengkung yang melambangkan dinamis, dua garis warna orange melambangkan proses pelayanan prima bagi pelanggan.

Sementara itu anak panah warna putih melambangkan nilai integritas sedangkan satu garis warna biru di bawahnya melambankan semangat inovasi yang harus dilakukan dalam memberikan nilai tambah ke stakeholders.

Selain peresmian logo baru, juga dilaksanakan penyerahan penghargaan bagi 10 pegawai teladan, penyerahan sertifikasi ISO 9001 untuk 22 Dipo Lokomotif dan Kereta dari ISA Global, penyematan seragam baru, serta penandatanganan perjanjian PTKAI dengan PT Telkom di bidang IT dan SDM serta dengan BNI 46 dalam kerjasama bidang sistem ticketing.

Sementara itu Direktur Komersial PTKAI Sulistyo Wimbo Hardjito menyebutkan, potret pelayanan dalam sejarah panjang KA akan menjadi tonggak semangat untuk melakukan perubahan dan percepatan transformasi menuju pelayanan prima.

"Dengan logo baru diharapkan bisa menumbuhkan hubungan emosional yang mendalam antara brand dengan konsumen, sehingga tercipta hubungan timbal balik antara penyedia jasa dan pengguna jasa KA," kata Sulistyo.

Dengan peluncuran logo baru itu, mulai Rabu (28/9) secara resmi PTKAI menggunakan logi baru. Logo itu secara bertahap akan digunakan untuk mengganti logo lama serta menggunakannya sebagai logo baru dalam semua dokumen perusahaan.

"Mulai Rabu ini logo itu akan menggantikan logo lama, seluruh logo di KA, lokomotif dan di fasilitas lainnya akan diganti dengan logo baru, dengan slogan baru `Anda adalah Prioritas Kami`," kata Vice President Public Relations PTKAI Sugeng Priyono menambahkan.

(S033)

Editor: Ella Syafputri
Sumber : AntaraNews

Selamatkan Sepakbola Bangsa Ini


Melihat perkembangan kondisi sepakbola bangsa Indonesia akhir-akhir ini sangat mengecewakan. Setelah mundurnya rezim Era Nurdin Halid lengser dan digantikan dengan Djohar Arifin Husein banyak masyarakat yang mengharapkan terjadi perubahan di wajah pesepakbolaan negri ini. Tapi pada nyatanya sangat miris dengan apa yang telah kita harapkan selama ini. Sepakbola negri ini semakin carut marut dengan ketua yang baru. Dimulai dengan pemecaran pelatih Alferd Riedl dari kursi kepelatihan TIMNAS Senior yang secara tidak rasional alasanya dan digantikan dengan pelatih Wim ternyata tidak terdapat perubahan yang berarti. Malah yang lebih buruknya TIMNAS kita mengalami fase buruk jika dilihat track record dari ajang Piala Asia tahun lalu. Belum lagi masalah liga yang belum berjalan sangat mengganggu kenyamanan dan dapat berpengaruh buruk untuk pemain. Dan masih banyak sekali kasus-kasus lainnya. oleh karena itu bagaimana selanjutnya dengan wajah pesepakbolaan negri ini. Mari sama-sama kita berdoa agar pesepakbolaan negara kita dapat terus membaik dan dapat berbicara banyak di dunia ini. MARI SELAMATKAN SEPAKBOLA BANGSA INI !!!

Foto : Eusebio Chrysnamurti

Jumat

POTRET PENDIDIKAN BANGSA INI

Ketika kita bersantai sejenak dirumah maka terlintas dipikiran kita bahwa yang asik itu untuk bermalas-malasan dirumah ternyata menonton Televisi. Melalui media massa yang murah meriah atau bisa dibilang gratis ini banyak segi positif yang bisa kita ambil. Walaupun bisa dibilang mayoritas program televisi sekarang ini didominasi oleh sinetron-sinetron yang bisa di bilang merupakan perusak moral generasi muda masa kini ternyata masih terselip dan dijumpai program-program yang bisa membangun rasa kemanusian kita. Salah satunya merupakan KICK ANDY yang mungkin semua orang mengetahuinya. Saya merasa tertarik ketika melihat program ini yg mengupas tentang seorang guru yang dengan keterbatasan dananya mampu mempunyai banyak sekali anak asuh untuk diajar dan dibiayai sekolahnya dan akhirnya anak didiknya ini berujung pada kesuksesan yang merupakan impian seluruh manusia dimuka bumi ini. Masyarakat saat ini sangat kurang memikirkan tentang hal ini yang padahal sangat sering terjadi dilingkungan sekitar kita yang memang sangat butuh untuk mendapatkan pendidikan yang layak untuk mencapai impian yang seluruh manusia dambakan yaitu KESUKSESAAN. Saya rasa diri kita kurang memikirkan bagaimana keadaan sekitar yang memang juga butuh belajar,namun tak punya biaya,atau sudah sekolah tapp masih tidak paham dan ingin belajar tambahan,tapi tidak punya biaya untuk les. Coba kenapa tidak kita coba luangin 1,5jam waktu kita per2minggu atau 1minggu saja untuk membuat tempat belajar buat mereka yang ingin belajar namun tak mampu. Beginilah potret dunia pendidikan masa kini. Yang kaya mendapatkan pendidikan TERNYAMAN dan yang kurang mampu hanya mampu BERHARAP dan BERKHAYAL dapat mengeyam dan merasakan dunia pendidikan.

SUSUNAN PENGURUS PK IMM FE JAKARTA SELATAN PERIODE 2011-2012

KETUA UMUM : Mursalin Achzari
Ketua Bidang Organisasi : Oktavianes
Ketua Bidang Kaderisasi : Siti Khairun Nida
Ketua Bidang Keilmuan : Riandilla Rifmaya
Ketua Bidang IMMawati : Dessy Ayumi
Ketua Bidang Dakwah : Ricky Pratama

SEKETARIS UMUM : Rika Septiana
Seketaris Bidang Organisasi : Mutiara Rusnidar
Seketaris Bidang Kaderisasi : Hartantia Wanadya
Seketaris Bidang Keilmuan : Nur Aini
Seketaris Bidang IMMawati : Maulidya Asmawati
Seketaris Bidang Dakwah : Joko Tristiono

BENDAHARA UMUM : Fitriani
Anggota Bidang Organisasi : 1.Nindya Wulandari
2.Reinaldy
Anggota Bidang Kaderisasi : 1.Maya Siti Damayanti
2.Abdul Rachman Mutaqin
Anggota Bidang Keilmuan : 1.Hafis Irno F
2.Abdul Hidayatullah
3.Aris Fauzi
4.Wulan Mega Sari
Anggota Bidang IMMawati : 1.Elyana
2.Oktaviani Rahayu
Anggota Bidang Dakwah : 1.Dimas
2.Heryadi Dhanu
3.Wisnu Nugraha

Semoga dengan kepengurusan yang baru PK IMM FE JAKARTA SELATAN dapat lebih melebarkan sayapnya..amin
IMM JAYA !!!!

Minggu

Sudah Bangkitkah Kita?

Sudah Bangkitkah Kita?

Tanggal 20 Mei nanti, dalam perjalanan kebangsaan Indonesia mendapat tempat khusus. Berdirinya Boedi Oetomo telah kita adopsi sebagai tonggak lahirnya rasa kebangsaan. Berikutnya, tanggal ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Kini wajarlah kita berefleksi, sudah bangkitakah kita sebenarnya? Kalau kita benar – benar telah bangkit, tentu dengan berbagai modal yang kita miliki (apakah itu kekayaan alam, penduduk berjumlah besar, atau letak geografi), mestinya kita sudah jadi bangsa yang lebih besar dari yang kita lihat sekarang ini.

Sebaliknya, masih tersisa rasa masygul, disertai pertanyaan, “mengapa kita hanya begini saja setelah hampir 66 tahun merdeka?” Rasa bahwa kita tak kemana – mana, acap kali muncul, lebih – lebih ketika kita melihat bagaimana perkembangan di negara –negara tetangga.
Jika tidak mengalami kebangkitan sejati, boleh jadi kita seumur – umur hanya akan bertengger di level negara berpendapatan menengah yang ditandai dengan modernisasi, disimbolkan antara lain dengan munculnya gedung – gedung tinggi, hotel berbintang, dan restoran mewah. Namun disaat yang bersamaan muncul pula ketertinggalan dan masalah serius akibat pertumbuhan ekonomi tidak merata.

Apabila ingin naik ke peringkat negara maju, bekal yang harus kita miliki tidak cukup hanya dengan kemajuan fisik. Dibutuhkan juga infrastruktur lunak, antara lain, mewujud pada masyarakat yang mengerti hak dan kewajibannya, sehingga orang tidak berniat melakukan premanisme. Dan hal ini membutuhkan sistem birokasi dan hukum yang baik.

Harus kita akui bahwa kita belum sanggup menegakkan prasyarat diatas dengan konsisten. Karena itu, kalau kita benar – benar ingin jadi bangsa yang maju, marilah kita bangkit dengan menjadi bangsa yang sanggup merespons tantangan zaman. Tak bisa lain, untuk itu kita harus meningkatkan kerja keras, menjalankan birokasi efektif, dan konsekuen menegakkan hukum. Kita yakin, hanya dengan beranjak menjadi negara majulah kita benar – benar menjadi bangsa yang memahami makna Kebangkitan Nasional.

Bidang hikmah 2010/2011

Rabu

Aktivitas NII muncul kembali

Beberapa waktu ini mucul kembali keberadaan Negara Islam Indonesia (NII) di Negara yang kita cintai ini. Terkuaknya aksi penculikan dengan metode pencucian otak yang terforsir secara terus menerus ini membuat korban menjadi polos dan lupa semua yang dia miliki.
Dan yang lebih parahnya lagi keluarga sendiri pun dapat dilupakan demi Organisasi ini. Sehingga korban dapat dengan mudahnya untuk dibai’at dan meninggalkan kewarganegaraan yang sah sesuai konstitusi, dan bersiap berkorban jiwa raga dan hartanya untuk organisasi yang bersiap mendirikan mendirikan negara islam di NKRI yang kita cintai.
Sejarah memang tidak dapat berbohong bahwa bukan kali ini saja NII melancarkan aktivitas perekrutan untuk menguatkan organisasi ini. NII sudah jelas jelas menodai Pancasila negeri ini,organisasi ini tak khayal seperti perusak citra ISLAM di negeri ini.
Sudah saatnya kita memberantas Gerakan NII yang sudah meresahkan masyarakat disekitar kita ini, Mari kita bersama-sama membentengi diri kita masing-masing dan TOLAK KEBERADAAN NII yang sekarang ini sudah berada di lingkungan kita.
oleh : Eusebio bojoy / Mahasiswa FE UHAMKA

Minggu

“Sekulerisme Mengokohkan Penjajahan”

“Sekulerisme Mengokohkan Penjajahan”

Pro kontra judicial review UU 1 PNPS tahun 1965 tentang pencegahan penodaan/penistaan agama sesungguhnya mencerminkan pertarungan ideologi antara Islam dan Sekulerisme-Liberal. Argumentasi dengan cara pandang sekulerisme tampak dari pernyataan perwakilan Konferensi Wali Gereja (KWI) Beny Susetyo (10/02) yang mengatakan negara tidak dapat membatasi hak umat beragama. Menurutnya, kebebasan beragama merupakan hak mutlak setiap individu. Indonesia bukanlah suatu negara agama sehingga negara tidak dapat melakukan intervensi.

Sekulerisme sendiri yang menjadi dasar dari sistem Kapitalisme pada intinya menolak agama dijadikan dasar negara. Agama hanya berfungsi mengatur urusan-urusan individual, moralitas, dan ritual. Agama dilarang mencampuri urusan politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan lainnya. Karena agama urusan pribadi, negara tidak boleh mencampuri keyakinan seseorang. Negara tidak boleh menghakimi keyakinan rakyatnya.

Pandangan sekuler di atas jelas ditolak oleh Islam, sekaligus berbahaya. Bila pandangan ini diterima maka akan terjadi pengerdilan Islam dengan membatasinya pada urusan individual, ritual dan moralitas. Sebaliknya, dalam aspek yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dll Islam tidak dipakai sama sekali. Aspek yang dikenal sebagai aspek muamalah (yang mengatur kehidupan manusia dengan sesamanya) ini kemudian diatur oleh aturan di luar Islam, yakni kapitalisme-liberal.

Padahal kapitalisme-liberal inilah pangkal bencana yang menimpa manusia. Dalam aspek ekonomi, kapitalisme-liberal yang rakus telah menimbulkan penjajahan negara-negara maju atas Dunia Ketiga. Indonesia adalah negara yang mengalami sejarah panjang kolonialisme yang mengerikan itu. Kedatangan penjajah di bumi Nusantara telah membawa penderitaan yang tak terperi.

Sekarang negara-negara kapitalisme liberal menjajah dan merampok kekayaan alam kita atas nama investasi asing, pasar bebas, privatisasi, utang luar negeri, dan rezim mata uang dolar. Akibat diprivatisasi, pendidikan dan kesehatan menjadi mahal dan semakin tidak bisa dijangkau. Orang miskin seakan tidak boleh sakit dan tidak boleh pintar. Pengurangan subsidi yang menjadi ciri dari kebijakan liberal ini pun telah menyebabkan BBM menjadi mahal karena mengikuti harga internasional. Dampaknya luar biasa; biaya hidup menjadi tinggi, harga-harga melambung tinggi, para pekerja terancam PHK, kemiskinan pun meningkat. Kebijakan kapitalisme-liberal ini pun secara sistematis menjadi sarana merampok kekayaan alam kita.

Kriminalitas, kekerasan dalam rumah tangga, perceraian meningkat tidak bisa dilepaskan dari kesulitan ekonomi. Liberalisme menjadi pintu gaya hidup yang penuh dengan kemaksiatan seperti kebebasan seksual, pornografi, lesbianisme, homoseksual, pelacuran. Semua ini terjadi karena kapitalisme-liberal meminggirkan peran Islam dalam aspek ekonomi dan sosial. Inilah bahaya dari pandangan sekulerisme.

Dalam pandangan Islam, agama bukan saja boleh mengintervensi negara, bahkan Islam wajib menjadi dasar negara. Negara harus menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai sumber hukum. Syariah Islam harus mengatur segala aspek kehidupan; bukan hanya masalah individual, moral, atau ritual; tetapi juga ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Negara dalam pandangan Islam wajib campur tangan. Tentu saja bukan dalam pengertian memaksa warga non-Muslim untuk memeluk agama Islam atau melarang non-Muslim tidak boleh beribadah. Campur tangan negara wajib dan diperlukan semata-mata dalam menjaga akidah umat Islam dan eksistensi agama Islam itu sendiri.

Sebagai kepala negara Daulah Islam, Rasulullah SAW pun dengan tegas menjatuhkan sanksi hukuman mati bagi orang yang murtad. Abu Bakar ra, saat menjadi khalifah memerangi Musailamah al-Kadzdzab yang mengaku nabi. Mengapa negara hirau dalam masalah akidah ini? Sebab, akidah adalah dasar dan pondasi setiap Muslim dan negara. Kalau pondasi ini lemah, negara juga pada akhirnya akan lemah.

Karena itu, pandangan sekuler jelas berbahaya. Dengan alasan kebebasan beragama, misalnya, seorang Muslim bisa dengan seenaknya murtad dari Islam. Dengan alasan kebebasan berkeyakinan, orang dibiarkan membuat keyakinan yang aneh-aneh: mengaku nabi, mengaku Jibril, shalat dua bahasa, ibadah haji tidak perlu ke Makkah, dll. Sikap negara yang mendiamkan masalah ini jelas membuat akidah menjadi persoalan remeh.

Selanjutnya, berdasarkan akidah Islam ini negara mengatur masyarakat dengan menerapkan syariah Islam. Syariah Islam akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok tiap individu masyarakat. Syariah Islam juga mengatur bahwa pendidikan dan kesehatan harus gratis untuk warga negara, Muslim maupun non-Muslim. Syariah Islam juga akan menjamin keamanan warganya, Muslim ataupun non-Muslim.

Syariah Islam juga akan menjadikan kekayaan alam yang merupakan milik umum (seperti minyak, emas, batu bara, timah, dll) menjadi milik rakyat yang tidak boleh diserahkan kepada individu atau perusahaan asing. Negara akan mengelolanya dengan baik dan hasilnya diserahkan untuk kepentingan masyarakat.

Walhasil, umat Islam harus bersungguh-sungguh memperjuangkan negara yang berdasarkan Islam. Hanya dengan itulah akidah umat terjaga, masyarakat sejahtera, keamanan terjamin dan kesatuan negara kokoh.


Bidang Hikmah 2010/2011

Sabtu

KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF

KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF

Di Multazam, Yudi Latif (seorang pemikir kenegaraan dan keagamaan) merapatkan tubuh ke dinding ka’bah, yang pertama terlintas dalam doanya adalah Indonesia “Ya Allah, jadikan negeriku tempat yang aman. Berkatilah warganya dengan kemakmuran dan kebahagiaan. Tumbuhkanlah para pemimpin yang lebih besar dari dirinya sendiri”. Seperti Nabi Ismail yang siap disembelih, ucapan Sherif Haramaian yang menerima rombongan Yudi Latif terasa tajam menusuk kalbu. “Indonesia tempat bermukim seperlima pemeluk Muslim dunia dengan segala kekayaan alamnya, terlalu penting untuk dilupakan dan terlalu menjajikan untuk disia – siakan”.

Ada percik kebenaran dalam ucapannya. Sekedar berbekal minyak, Arab Saudi nan tandus dengan kepemimpinan otoritarian, toh masih sanggup menghadirkan kesejahteraan bagi warganya. Ketika Raja Fahd dibuatkan istana di sebuah bukit pinggir kota Madinah, masih tersisa kearifan tradisional yang menggugah keinsyafannya. “Bagaimana mungkin saya tinggal di atas bukit, sedangkan rakyatku bermukim dibawah sana.”

Sedangkan Indonesia negeri yang subur dengan kepemimpinan demokratis yang seharusnya memuliakan daulat rakyat, bayangan yang segera terlintas adalah barisan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang miskin perlindungan dan murah. Dalam pesawat yang membawa pulang, seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mengalami gangguan ingatan (yang menurut para pramugari merupakan fenomena yang lumrah), secara ngelantur menyebut Indonesia sebagai “Ibu Pertiwi yang tega menyembelih anak – anaknya sendiri”.

Setelah demokratisasi berjalan 11 tahun tanpa perbaikan kualitas hidup, mestinya terbit kesadaran lain bahwa tirani pemerintahan tidak bisa dihapus begitu saja dengan pesta kebebasan. Saatnya mempertimbangkan penghayatan klasik yang memperhadapkan tirani dengan keadilan. Kebebasan tanpa keadilan hanya membuat tirani berganti wajah, dari wajah bengis militeristik menuju wajah lembut permainan prosedur.

Antiteori

Jauh – jauh hari para pemikir demokrasi seperti Alexis de Tocqueville, mewanti – wanti kemungkinan munculnya bentuk tirani yang lain dalam demokrasi, yakni tirani mayoritas. Namun dalam perjalanan demokratisasi di Indonesia, yang muncul tetap saja tirani minoritas, yakni tirani pemodal yang bersekutu dengan oligarki kepartaian.

Jika persolan demokrasi kita adalah defisit keadilan, bukan kebebasan, isu utamanya bukan pergantian elite politik dan prosedur politik, melainkan pada kapasitas transformatif dari kekuasaan. Bagaimana mengakhiri gerak sentripetal dari kekuasaan yang bersifat narsistik menuju gerak sentrifugal yang berorientasi pada kemaslahatan umum. Malangnya, pergeseran dari rezim otoritarian menuju demokrasi di Indonesia belum menyentuh aspek ini sehingga upaya reformasi tidak menghasilkan perubahan substansial.

Dalam hal ini, watak kepemimpinan memainkan peran penting. Meskipun kepemimpinan merupakan fitur permanen yang selalu diperlukan oleh setiap masyarakat dan segala zaman, perlu dicatat bahwa tidak ada pemimpin yang cocok untuk segala musim. Seperti dikatakan oleh Montesquleu dan Max Weber, kepemimpinan merupakan suatu fungsi yang dinamis yang beragam dalam watak, lingkup, dan kepentingannya, tergantung pada perkembangan masyarakat. Konsekuensinya, kekuasaan dan fokus tindakan seorang pemimpin ditentukan oleh watak personal dan kondisi yang berkembang di lingkungan politiknya.

Masa krisis dan kekacauan jelas memerlukan peran kepemimpinan yang lebih besar sekaligus pemimpin besar dibanding masa normal dan stabil. Masa seperti ini, menurut Weber, membuka kesempatan bagi munculnya pemimpin – pemimpin karismatik dengan pesan pembebasan dan pemulihan tertib politik.

Namun, perkembangan antiteori sekali lagi terjadi di Indonesia. Krisis terus memagut, tetapi pemimpin – pemimpin karismatik tak kunjung muncul, atau hanya sesaat muncul untuk kemudian ditelan arus zaman. Suasana seperti inilah yang sekarang diratapi sebagai krisis kepemimpinan. Yang muncul justru pemimpin yang mengagungkan gebyarnya lahir, tanpa nurnya keberanian, keadiluhungan, kebenaran, dan keadilan, apa yang disebut Buya Syafi’i Maarif, kecenderungan “kepura – puraan” dan gejala “mati rasa”. Seyogianya setiap pemimpin di segala bidang dan tingkatan adalah penggembala yang menuntun dan memperjuangkan orang – orang yang dipimpinnya.

Dalam suatu kesempatan, setelah dirinya dinyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meninggalkan pos Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan pernyataan getir,

“Kedepan, tidak boleh ada lagi pemimpin yang mengorbankan anak buahnya.” Kegetiran itu menyiratkan bahwa krisis karakter dalam kepemimpinan kita. Krisis kepemimpinan yang terjadi di era reformasi ini karena lebih mengandalakan sumber daya “alokatif” ketimbang “otoritatif”. Bahkan yang terjadi adalah fenomena munculnya pemimpin – pemimpin dengan tipologi merip Ken Arok yang rela mengorbankan / mengkhianati atasan ataupun rekan seperjuangan dan seiring mereka, Ken Arok yang satu akan merekrut “Ken Arok – Ken A rok” lainnya.

Titik Nol

Jalan baru tak kunjung menemukan pemimpin baru. Pemimpin baru tak kunjung memperjuangkan jalan baru. Jalan buntu menghadang kita. Itulah sebabnya mengapa new deal harus diperjuangkan dengan kemunculan new dealers. Kita harus memulai langkah perubahan dari titik nol. Dari titik pemahaman awal di mana kekuasaan bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan sarana untuk memperjuangkan kebajikan bersama.

Seperti kata Vaclav Havel, “Adalah mustahil menulis persoalan besar tanpa hidup dalam persoalan besar itu, menjadi pemimpin agung tanpa menjadi manusia agung. Manusia harus menemukan dalam dirinya sendiri rasa tanggung jawab yang besar terhadap dunia, yang berarti tanggung jawab terhadap sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri”. Dengan jiwa para pemimpin yang kerdil apalagi “mati rasa”, kekayaan alam hanya akan menjadi sumber kutukan.


Bidang Hikmah 2010/2011