Rabu

HIPPI: SBY Harus Kendalikan Kegaduhan Politik

HIPPI: SBY Harus Kendalikan Kegaduhan Politik
(SUMBER : WWW.KOMPAS.COM)

Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama aparat keamanan dan penegak hukum dapat segera mengendalikan dan mencegah terjadinya eskalasi politik yang tidak produktif dan menimbulkan kecemasan masif.

Harapan itu disampaikan melalui Ketua Umum DPP HIPPI Ismed Hasan Putro kepada Kompas di Jakarta, Minggu (20/3/2011) malam.

"Adanya serangkaian teror bom surat dan bom lainnya, ketidakpastian reshuffle kabinet, konflik horizontal akibat Ahmadiyah dan kabar kabur kawat diplomatik yang dimuat situs Wikileak dan diberitakan The Age dan The Sydney Morning Herald di Australia, merupakan masalah-masalah yang menimbulkan pertanyaan pelaku pasar dan calon investor yang hendak berinvestasi di Indonesia," tandas Ismed.

Oleh sebab itu, menurut Ismed, Presiden Yudhoyono harus dapat memberikan ketegasan dan kepastian tentang terkelolanya dengan baik keamanan dan kenyamanan bagi investor. "Jadi, pemerintah harus menunjukkan keseriusannya dalam pengelolaan negara dna konsisten menjalankan komitmen untuk menegakkan hukum, memberantas korupsi dan menyejahterahkan rakyatnya," tambahnya.

Presiden Yudhoyono, lanjut Ismed, saatnya sekarang ini untuk mencegah terjadinya krisis pangan, kenaikan bahan bakar minyak (BBM), terhambatnya pasokan losgistik nasional maupun pangan anta rpulau Sumatera dan Jawa. Termasuknya, kurangnya pasokan gas dan BBM di sejumlah daerah sehingga menimbulkan guncangan harga yang sangat membebani rakyat.

"Mendesak bagi pemerintah juga untuk mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur, koordinasi yang lebih baik antarkementerian. Percepatan program reformasi birokrasi sebagai prasyarat bagi terwujudnya pertumbuhan ekonomi 7 persen, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan rakyat," demikian Ismed.

Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011

Jumat

Lebih Kental Nuansa Politik, Bukan Agama

Lebih Kental Nuansa Politik, Bukan Agama
(SUMBER : WWW.KOMPAS.COM)

Peristiwa teror bom kepada tokoh pluralisme Ulil Abshar Abdalla lebih bernuansa politik dibandingkan agama.

"Contohnya, kasus terbunuhnya Munir pada 7 September 2004 terjadi beberapa pekan sebelum pilpres putaran kedua pada 20 September 2004."
-- Usman Hamid

Sejumlah alasan dikemukakan Ketua Badan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid di Jakarta, Rabu (16/3/2011).

"Terlalu transparan pengirim bom mengungkapkan identitasnya dalam surat. Ia secara jelas menyatakan siapa diri, alamat, serta latar belakangnya," papar Usman.

Padahal, lanjutnya, pelaku teror biasanya tidak ingin identitasnya diketahui. Hal ini justru menimbulkan tanda tanya karena motif agama yang merujuk pada surat masih bersifat prematur.

"Dalam satu-dua tahun terakhir, Ulil lebih aktif dalam bidang politik," kata Usman, merujuk posisi Ulil yang juga menjadi salah satu Ketua Partai Demokrat bikinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Usman tidak menafikan kemungkinan motif mengaburkan isu pokok, semisal, kekisruhan politik berada di balik peristiwa teror bom tersebut. "Contohnya, kasus terbunuhnya Munir pada 7 September 2004 terjadi beberapa pekan sebelum pilpres putaran kedua pada 20 September 2004," jelasnya.

Pemberitaan sensitif belakangan ini terkait masalah pemerintahan dan politik, menurutnya, bisa diduga sebagai alasan untuk mengalihkan isu. "Akhirnya, yang menjadi sorotan saat ini seolah-olah ada konflik yang menghadap-hadapkan aktivis prodemokrasi dengan kelompok garis keras agama," ungkap Usman.

Ia menekankan pula, pilihan waktu teror bisa menegaskan siapa di balik peristiwa ini. "Namun, kita tidak boleh gegabah menuduh pihak tertentu," pungkasnya.

Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011

Senin

MILAD IMM


selamat merayakan hari jadi IMM (ikatan mahasiswa muhammadiyah)...

semoga rahmat berkat ilahi melimpahi perjuangan kita semua..

IMM JAYA,,IMM JAYA,,IMM JAYA


Rabu

Sikap Politik PDI-P Takkan Berubah

Sikap Politik PDI-P Takkan Berubah
(SUMBER : WWW.KOMPAS.COM)

Ketua DPP bidang Ekonomi PDI-Perjuangan, Arif Budimanta menegaskan bahwa sikap politik partainya tidak akan berubah. PDI-P akan tetap berada sebagai oposisi pemerintah sesuai dengan keputusan kongres di Bali pada April 2010. "Berada di luar pemerintahan dan kita jadi kekuatan penyeimbang untuk terus bekerja mempercepat proses kesejahteraan rakyat," kata Arif seusai menghadiri diskusi diskusi "Setgab : Bubar Gerak, Jalan!" di Pancoran, Jakarta, Minggu (6/3/2011).

Dia juga menegaskan bahwa semua kader PDI-Perjuangan, termasuk Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri terikat dengan kesepakatan kongres untuk berada dalam kubu oposisi.

Hal tersebut disampaikan Arif menanggapi evaluasi koalisi pasca-pengambilan keputusan atas usulan hak angket mafia pajak di parlemen. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertemu para pimpinan partai untuk membicarakan format ulang koalisi.

Dengan PDI-P, Presiden bertemu Puan Maharani selaku ketua DPP bidang Pemenangan Pemilu dan Hubungan Kelembagaan. Terkait isi pertemuan Puan dengan Presiden, Arif enggan berkomentar. Menurutnya, hasil pertemuan tersebut akan dibicarakan di level DPP. Tegasnya, PDI-P akan tetap menjadi kekuatan di luar pemerintahan, mengingatkan target-target pemerintah. "Kita berikan alternatif kebijakan, kita ingatkan target pemerintah tidak impor beras, mengapa sekarang impor beras?" lanjut Arif.

Menurutnya, bekerja mencapai target penurunan kemiskinan lebih penting ketimbang meributkan jatah kursi di kabinet. "Tapi kita akan bekerja terus, ini bukan masalah masuk kabinet atau tidak tapi bagaimana membangun Indonesia bersama," ujarnya.

Bidang Hikmah PK IMM FE Jaksel 2010/2011

KESOMBONGAN SISTEM DEMOKRASI

KESOMBONGAN SISTEM DEMOKRASI

Dewasa ini pihak penguasa dunia telah berhasil mempromosikan sistem hidup mereka, yakni Demokrasi, kepada seluruh negara yang ada di dunia, kecuali sedikit sekali yang masih mempertahankan sistem Kerajaan. Itupun sambil sistem Kerajaan yang tersisa hanya berjalan secara sangat seremonial dan simbolik. Sedangkan di dalam sistem sosial-politik riilnya, mereka memberlakukan sistem Demokrasi. Di antara contohnya ialah Kerajaan Malaysia, Kerajaan Britania Raya serta Keemiran Qatar.

Sistem demokrasi bertumpu kepada rakyat sebagai pemangku kedaulatan. Sedangkan sistem kerajaan bertumpu kepada kedaulatan di tangan satu orang, yaitu sang raja atau emir. Kedua-duanya jelas tidak on-line dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam kedaulatan sepenuhnya di tangan Allah. Oleh karena itu pemimpin di dalam masyarakat Islam dijuluki Khalifah alias wakil. Seorang khalifah tidak dibenarkan untuk memimpin dengan anggapan bahwa dirinyalah yang berkuasa penuh. Ia harus selalu mengingat bahwa yang berkuasa pada hakekatnya Allah dan jika dirinya ingin dinilai memimpin dengan amanah berarti ia harus tunduk sepenuhnya kepada Hukum dan Kekuasaan Allah. Seorang khalifah tidak dibenarkan menjadi penentu legal dan illegalnya suatu urusan. Sebab penentuan akan hal ini sepenuhnya hak Allah. Dalam sistem kerajaan maka raja adalah penentu benar-salahnya suatu urusan.

Sehingga pernah terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab seorang wanita memprotes kebijakan beliau yang memerintahkan kaum wanita agar membatasi nilai mahar yang ditetapkan kepada lelaki yang datang melamar. Alasan pembatasan itu, menurut Umar, karena sedang terjadi resesi ekonomi (masa paceklik). Lalu wanita tadi membacakan ayat Al-Qur’an di mana Allah memberikan kebebasan wanita untuk menetapkan nilai maharnya ketika dilamar. Maka Khalifah Umar langsung bekata: ”Astaghfirullah... Wanita itu benar dan Umar salah. Dengan ini saya cabut kebijakan yang baru saja saya keluarkan!” Subhanallah....! Bayangkan, seorang pemimpin tertinggi rela mencabut kebijakan yang baru saja ia keluarkan hanya karena protes seorang warga-negara berupa seorang wanita! Tetapi, masalahnya di sini ialah bahwa wanita tersebut ber-hujjah dengan bersandar kepada Yang Maha Kuasa. Sehingga sang khalifah tidak bisa bersikap selain tunduk kepada hujjah wanita tersebut. Sebab pada hakikatnya Umar bukan sedang tunduk kepada wanita itu, melainkan ia tunduk kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Benar. Hal ini selaras dengan arahan Allah mengenai bagaimana sepatutnya seorang yang menjadi bagian dari ulil amri minkum memimpin masyarakat.

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri minkum (para pemimpin di antara kalian). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS AnNisa ayat 59)

Pemimpin tertinggi dalam sistem Islam berkewajiban menegakkan budaya mengembalikan segenap urusan kepada Allah (Al-Qur’an) dan RasulNya (As-Sunnah). Bila sang pemimpin itu sendiri lupa, maka masyarakat berhak sekaligus berkewajiban mengingatkan pemimpin tersebut untuk kembali kepada Allah dan RasulNya. Dan seorang pemimpin adil lagi berjiwa amanah seperti Umar bin Khattab rela mengalahkan egonya daripada menentang Allah dan RasulNya. Sebab pada asalnya setiap orang beriman selalu mengarahkan egonya untuk tunduk kepada Allah.

Beberapa waktu yang lalu Somalia mengangkat seorang pemimpin yang berasal dari salah satu faksi ”Islamic Court”. Fraksi ini dikenal sebagai salah satu fraksi pejuang Islam (mujahidin) yang ingin Syariat Islam diberlakukan di bumi Somalia. Namun pengangkatan Sharif Ahmed sebagai Presiden Somalia disambut dengan skeptis oleh faksi-faksi pejuang lainnya. Pasalnya karena ia dicurigai sebagai ”pemimpin boneka barat”. Terbukti bahwa pengangkatannya saja dilangsungkan di luar bumi Somalia, yaitu di negara tetangga Djibouti.

Lalu dalam rangka merebut hati fraksi-fraksi pejuang tersebut, maka pemerintahan Sharif Ahmed mengusulkan pemberlakuan Hukum Islam ke Parlemen. Untuk selanjutnya ikuti kutipan berikut:

Somalia's parliament unanimously approved Saturday a government proposal to introduce sharia, Islamic law, in the country, in a move aimed at appeasing Islamists waging a civil war since 1991. The approval by parliament was expected since March 10, when the cabinet appointed by new President Sheikh Sharif Ahmed also voted to establish sharia, or Islamic law. Experts said Ahmed's move undermined guerrillas who have been fighting the government and questioning his Islamic credentials. It would also please wealthy potential donors in Gulf nations.

Experts said Ahmed's move undermined guerrillas who have been fighting the government and questioning his Islamic credentials. It would also please wealthy potential donors in Gulf nations.

Osman Elimi Boqore, the deputy speaker of parliament, said 343 MPs attended Saturday's session. "All of them voted 'yes' and accepted the implementation of sharia," he told reporters. "There was no rejection or silence, so from today we have an Islamic government." (Saturday, 18 April 2009 – Al Arabiya.net/English)

Sepintas, setiap muslim yang cinta akan Islam pasti menyambut berita di atas dengan sukacita. Betapa tidak? Di salah satu bumi Allah akhirnya diresmikan pemberlakuan hukum Islam alias hukum Allah. Tapi, kalau kita renungkan lebih dalam ada suatu permasalahan mendasar dalam kasus di atas. Mungkin untuk kaum muslimin yang menerima faham Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat, niscaya mereka menerimanya sebagai suatu bukti betapa selarasnya sistem hidup Demokrasi dengan ajaran agama Islam . Mereka tentunya bakal menjadikan kasus Somalia ini sebagai penguat alias hujjah untuk semakin getol menyuarakan dan memperjuangkan Demokrasi sebagai solusi penegakkan Islam di abad modern ini.

Lalu dimana letak masalahnya? Saudaraku, coba ikuti baik-baik ucapan Osman Elimi Boqore, the deputy speaker of parliament. Ia mengatakan bahwa “…seluruh anggota memberikan suara “Iya” dan dapat menerima pemberlakuan Syariah...” Laa haula wa laa quwwata illa billah...! Coba renungkan kembali, saudaraku...! Betapa teganya mereka melakukan voting terhadap ide pemberlakuan Hukum Islam alias Hukum Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa...! Patutkah manusia yang diciptakan Allah kemudian menggelar sebuah majelis yang di dalamnya diajukan proposal mengenai perlu-tidaknya Hukum Allah diberlakukan? Baiklah, boleh jadi hasil yang muncul dalam kasus Somalia adalah 100% mendukung pemberlakuannya. Tapi tidakkah terfikir betapa sombong dan kurang ajarnya manusia-manusia yang hadir di dalam majelis tersebut sehingga sempat berani mempertanyakan kepada forum apakah mereka setuju atau tidak setuju akan pemberlakuan Hukum Allah?

Saudaraku, di sinilah letak inti permasalahan yang membedakan sistem Demokrasi dengan Sistem Islam. Di dalam sistem Demokrasi para wakil rakyat diberikan wewenang sedemikian besarnya sampai mereka diperkenankan untuk mempertanyakan apakah hukum bikinan Pencipta jagat raya patut atau tidak patut diberlakukan di tengah masyarakat. Sedangkan di dalam sistem Islam perkara ini sudah sangat jelas. Para wakil rakyat (baca: Ahlul halli wal aqd) hanya bertugas mem-breakdown Hukum Allah dalam implementasi riil. Sedangkan posisi awalnya ialah seluruh anggota Majelis Syuro wajib bersikap tunduk kepada Allah dan segala apa yang datang dari Allah.

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."(QS Al-Ahzab ayat 36)

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS Al-Maidah ayat 44)

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."(QS Al-Maidah ayat 45)

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (QS Al-Maidah ayat 47)

Pantaslah bilamana ada seorang pakar yang mengistilahkan sistem Demokrasi sebagai sebuah sistem yang fondasi dasar pemahamannya diwakili oleh kalimat ”Menuhankan manusia dan memanusiakan tuhan.” Dalam sistem Demokrasi aturan atau hukum Allah bisa ditawar-tawar seperti tawar-menawar dengan sesama manusia di pasar. Sedangkan bila keputusan sekumpulan manusia telah disepakati, maka sistem Demokrasi mewajibkan semua warga untuk tunduk-patuh kepada kesepakatan itu seolah ia seperti wahyu yang turun dari Tuhan.

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang senantiasa tunduk kepadaMu. Jauhkanlah kami dari virus kesombongan sehingga kami tidak menolak hukum dan syariatMu dan tidak memandang hukum bikinan manusia sebagai hal yang lebih adil dan lebih bijaksana daripada dien-Mu. Amin ya Rabb.

Wallahu a’laam bish-showwaab.-

Bidang Hikmah 2010/2011